Rabu, 11 Januari 2012

Sisi Kehidupan Desa Mapila

Bajo Bangkit - Bajo Bangkit
DESA MAPILA - Dari kejauhan tampak seorang pria tengah menunduk mengerjakan sesuatu di bawah kolong rumah. Di sampingnya, ada sebuah perahu yang sementara dibuat. Dengan mengguanakan gergaji, pria tersebut memotong beberapa balok untuk dijadikan rangkaian rumah. Di depan rumah tersebut nampak sebuah alat pemancar telekekomunikasi berbentuk parabola berwarna putih. Rumah tersebut merupakan milik pria yang sedang memotong kayu, Mustapa (53 thn), Kepala  Desa Mapila Kecamatan Kabaena Utara Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara (Sultra).
Desa Mapila dihuni 800 jiwa dengan jumlah KK mencapai 157. Desa yang terdiri dari atas 3 dusun (Dusun Fising, Dusun Malandahi dan Dusun Malandahi Pantai) ini 80% penduduknya adalah Suku Bajo, sisanya adalah Suku Bugis. Desa tersebut sudah terbentuk menjadi desa devinitif  sejak 20 tahun yang lalu dan untuk pertama kalinya desa tersebut dipimpin oleh kepala Desa dari suku Bajo sendiri. Selama ini kepala desa berasal dari daratan yang bukan orang Bajo karena saat itu belum ada orang Bajo yang bersekolah.

Menurut Mustapa, orang tua mereka berasal dari Pulau Balu (Kabupaten Muna). Ia merupakan satu-satunya kepala desa di Pulau Kabaena yang memimpin Desa yang mayoritas penduduknya Suku Bajo. Ada beberapa desa yang penduduknya Suku Bajo, namun kepala desanya dijabat oleh orang lain di luar desa tersebut. Desa ini masih menyimpan berbagai macam sejarah tentang suku Bajo. Inilah penuturan Mustapa kepada Team Bajo Bangkit tentang berbagai persoalan di desanya:

Segi Pendidikan :
Dari 800 jiwa penduduk Desa Mapila, untuk anak-anak Suku Bajo hanya ada 2 orang yang tamat SMA, belum ada satupun yang melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas. Untuk tingkat SMP ada satu orang yang saat ini tengah duduk di kelas IX. Untuk akses pendidikan, SD terletak 5 KM dari pemukiman Suku Bajo, sementara tingkat SMP dan SMA berjarak sekitar 25 KM. Anak yang ingin bersekolah di SMP dan SMA harus tinggal dengan orang lain atau keluarga yang rumahnya dekat dengan sekolah, sebab akses transportasi juga sangat sulit. Di tambah jalanan yang berbatu.

Segi Ekonomi :
Warga Desa Mapila menggantungkan hidupnya dari laut. Baik sebagai nelayan maupun sebagai pembudidaya rumput laut. Banyak nelayan di desa ini yang melakukan Pongka’ (meluat beberapa hari baru pulang ke rumah) untuk mendapatkan tangkapan yang banyak. Sementara ada juga beberapa nelayan yang melakukan aktivitas sampingan di darat seperti berkebun jambu mente dan memelihara sapi. Ini di lakukan karena aktivitas melaut kadang hanya di lakuan satu kali yaitu pada pagi hari, siang atau hanya pada malam hari.

Segi Budaya :
Untuk masalah budaya, Suku Bajo di Desa Mapila masih sangat kental. Sebagai kepala desa yang menjadi pemimpin di desa tersebut dan sebagai kepala adat, Mustapa masih  menyimpan bendera kebesaran bajo (Ula-Ula). Ula-Ula dikibarkan pada saat ada acara ritual masyarakat Bajo, pesta maupun segala kegiatan yang menyangkut budaya  Suku Bajo. Ula-Ula di kibarkan di depan rumah yang melakukan hajatan. Yang mengadakan  hajatan tersebut hanya boleh di laksanakan oleh keturunan kasta tertinggi pada masyarakat Bajo. Sebab dalam masyarakat Bajo dahulu dikenal istilah kasta. Kasta tersebut berurutan dari atas ke bawah (lolo, datu ,  puah, uwwa, ata’). Seperti pada acara pernikahan, Ula-Ula di kibarkan di saat acara akan di mulai (Ngaruntoh) 2 atau 3 hari sebelum acara akad nikah, sementara untuk penurunan bendera tersebut di laksanakan setelah duai boe ( acara selamatan 3 hari setelah akad nikah ). ( Bajo Bangkit) 

Sumber : http://suarakomunitas.net/baca/17422/sisi-kehidupan-desa-mapila.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar